05 Maret 2009

Bagian XII

Petualangan Ulysses & Aeneas

Telemachus, satu-satunya putra Ulysses, baru berusia satu hari ketika sang ayah berlayar ke Troy bersama armada perang Yunani. Sekarang ia sudah dewasa dan tengah menantikan kepulangan ayahnya dari Troy. Penelope, ibu Telemachus, harus menghadapi 108 orang bangsawan dari Ithaca dan pulau di sekitarnya yang ingin menikahinya. Mereka percaya Ulysses telah mati dan tidak akan pulang, dan memaksa Penelope agar memilih salah satu diantara mereka sebagai penggantinya Ulysses. Mereka tidak akan pergi meninggalkan istana Ulysses sebelum Penelope menjatuhkan keputusannya.

Sementara itu di pucak Olympus, Minerva, dewi pelindung Ulysses, yang kasihan terhadap Ulysses, memohon kepada Jupiter agar mentakdirkannya pulang ke negerinya. Musuh utama Ulysses, Neptune, sedang pergi ke Ethiopia. Jupiter menyetujui usul Minerva dan akan segera mengutus Mercury ke pulau Ogygia, di mana Ulysses masih ditahan oleh seorang dewi, Calypso. Pallas Minerva kemudian pergi ke Ithaca untuk menemui Telemachus, dan memintanya segera mencari kabar ayahnya. Minerva menyamar menjadi Mentes, sahabat karib Ulysses.

Setelah bertemu Telemachus, pada malam harinya Minerva pergi ke kota (Ithaca) dengan menyamar menjadi Telemachus untuk mencari kapal dan 20 awak kapalnya yang akan menemani perjalanan Telemachus mencari kabar ayahnya di Pylos dan Sparta. Sebelum berlayar ke Pylos dan Sparta, Telemachus berkumpul bersama rakyatnya di alun-alun kota; ia meminta bantuan rakyat Ithaca mengusir para pelamar ibunya yang tidak ingin pergi meninggalkan istana, dan bukan hanya itu, mereka juga menghabiskan kekayaannya tanpa ganti rugi sama sekali. Setelah pertemuan selesai, Telemachus, ditemani dewi Minerva yang menyamar menjadi Mentor sahabat ayahnya, dan 20 awak kapal, bertolak ke Pylos untuk menanyakan kepada Nestor kabar ayahnya yang belum juga pulang.

Namun ternyata Nestor tidak mengetahui kabar Ulysses, dan ia menyuruh Telemachus pergi ke Sparta menemui Menelaus. Nestor juga meminta putranya, Peisistratos, menemani Telemachus ke Sparta, dan mereka menempuh jalur darat.

Di Sparta Telemachus mendengarkan kisah keberanian ayahnya sepanjang perang berlangsung dari Menelaus dan Helen. Menelaus tidak mengetahui apakah Ulysses masih hidup atau tidak, namun menurut kabar yang ia dapat dari Proteus, Kakek Penjaga Laut, Ulysses masih hidup dan ditawan oleh Calypso di pulaunya, Ogygia, sebuah pulau yang terpencil di tengah laut.

Sementara itu, Ulysses telah ditawan selama tujuh tahun di pulau Ogygia; ia tidak berbuat apa-apa karena sudah tidak mempunyai kapal dan anak buah yang dapat mengantarkannya pulang. Kini pembawa pesan Jupiter sudah tiba di Ogygia dan meminta Calypso membebaskan Ulysses, tentu saja atas perintah dewa Jupiter yang menguasai alam semesta, dan dengan berat hati Calypso menuruti keinginan Jupiter, karena ia tidak mungkin menentang kehendaknya. Ulysses membuat rakit kayu dan Calypso menyiapkan bekal perjalanannya. Namun di tengah perjalanan, rakit Ulysses dihancurkan oleh Neptune yang masih memusuhinya. Neptune baru saja kembali dari Ethiopia dan dalam perjalanan pulangnya melihat Ulysses. Sang dewa penguasa laut tentu saja tidak berani membinasakannya karena itu sama saja dengan menentang kehendak Jupiter, namun hanya mempersulit perjalanan pulang Ulysses. Setelah berusaha berenang sekuat tenang, Ulysses akhirnya menginjakan kaki di pulau Scheria. Tenaganya sudah terkuras dan ia amat lelah. Ulysses segera mencari tempat yang aman untuk tidur dan mengistirahatkan tubuhnya.

Keesokan paginya Ulysses terbangun oleh suara berisik Nausicaa dan para pelayan wanitanya. Nausica adalah putri raja Scheria, Alcinous. Pagi itu Nausicaa dan para pelayan wanitanya pergi ke tepi sungai untuk mencuci pakaian. Ulysses terbangun, menghampiri Nausicaa dan mengharapkan pertolongannya.

Nausicaa mengantar Ulysses ke kota dan memintanya menemui ibunya, ratu Arete dan ayahnya, Alcinous. Arete dan Alcinous bersedia mengatarkannya pulang ke Ithaca. Sebelum pulang, Ulysses mengisahkan kisah petualangannya di hadapan Alcinous, Arete dan para petinggi kerajaan Scheria.

Ulysses mengisahkan pendaratannya di Ismarus, negeri bangsa Cicone dan pertempuran selama beberapa saat. Berhasil meloloskan diri dari bangsa Cicone, armada perangnya, yang berjumlah 12 kapal, tersesat oleh badai hingga akhirnya mereka mendarat di sebuah pulau, di mana penduduknya makan sari bunga teratai. Setelah meninggalkan pulau itu, Ulysses dan armada perangnya mendarat di pulau yang dihuni bangsa Cyclop, raksasa biadab bermata satu. Setelah meloloskan diri dari para Cyclop, khususnya Polyphemus, mereka tiba di pulau milik dewa angin, Aeolus. Aeolus memberi Ulysses sekantung angin yang telah dimasukan ke dalam tas. Ulysses dilarang membuka tas itu sebelum tiba di Ithaca, karena tas itu berisi angin ribut yang akan menghambat perjalanan pulangnya, dan dengan demikian ia akan mendapat angin baik setelah bertolak dari pulau dewa angin.

Namun di tengah perjalanan pulang, beberapa anak buah Ulysses mencoba membuka tas itu, menganggap tas itu berisi emas. Ketika Ulysses tidur nyenyak di buritan kapal, beberapa anak buahnya merampas tas itu dan membukanya. Segera angin yang ada di dalam tas itu berhamburan keluar dan membuat armada perang yang sudah hampir tiba di Ithaca kembali lagi ke pulau dewa angin. Ulysses tidak bisa berbuat apa-apa, dan kembali meminta bantuan dewa angin. Aeolus menolak dan mengusirnya.

Selanjutnya Ulysses tiba di negeri raksasa yang biadab, Laistrygonian, di mana 11 kapalnya dibantai oleh mereka, dan yang tersisa hanya kapalnya. Ulysses melanjutkan perjalanannya dengan hati muram, dan selanjutnya mereka mendarat di pulau Aiaia, di mana tinggal seorang penyihir wanita yang amat cantik, Circe. Anak buah Ulysses sempat dirubah oleh Circe menjadi babi, dan Ulysses hampir putus asa. Namun Mercury datang membantunya, dan Ulysses membebaskan anak buahnya dengan bantuan Mercury. Circe jatuh cinta kepadanya dan membantunya menemukan jalan pulang. Ia meminta Ulysses mengunjungi dunia bawah, mencari Teiresias si peramal buta, dan meminta petunjuknya.

Ulysses meneruskan kembali perjalanannya, dan kali ini ia harus menemui Teiresias di dunia bawah, dan tentunya dengan bimbingan Circe. Di dunia bawah, Ulysses juga bertemu dengan arwah ibunya, Agamemnon dan para pahlawan yang lainnya. Setelah mendapat petunjuk dari Teiresias, Ulysses kembali lagi ke pulau Aiaia. Circe kemudian memberitahu Ulysses tentang bahaya yang akan ia hadapi selama perjalanan pulangnya. Pertama ia akan melewati para Siren, peri-peri laut yang akan menggoda setiap pelaut yang lewat dengan suara merdu mereka. Untuk melewati mereka, Ulysses dan anak buahnya harus menutup kuping mereka agar tidak mendengar nyanyian mereka, sebab siapa pun yang mendengarkan nyanyian mereka akan binasa. Bahaya selanjutnya yang akan dihadapi Ulysses adalah celah sempit diantara dua tebing, dan Ulysses harus melewatinya. Tebing yang pertama dijaga oleh monster bernama Scylla, dan tebing kedua dijaga oleh Charybdis. Dan yang terakhir, Ulysses akan melewati pulau milik dewa matahari, Helios. Ulysses dan anak buahnya tidak boleh menyakiti hewan ternak milik Helios, karena hal itu akan membinasakan mereka.

Ulysses berhasil melewati para Siren dan celah sempit diantara dua tebing, dan akhirnya tiba di pulau milik Helios. Anak buah Ulysses tidak mendengarkan nasihat Circe; mereka menyembelih beberapa ekor hewan ternak milik Helios, dan tentu saja Helios murka. Ia menghadap Jupiter dan mengadukan perbuatan mereka yang terlarang. Jupiter menghukum anak buah Ulysses. Kapalnya karam dihantam halilintar dan semua anak buahnya mati tenggelam. Ulysses sendiri dapat bertahan dengan berpegangan pada tiang kapal, hingga akhirnya ia tiba di pulau Ogygia.

Demikianlah kisah petualangannya mencari jalan pulang ke negerinya. Ia sudah berusaha menyelamatkan nyawa anak buahnya, namun takdir berkehendak lain.

Setelah mendengarkan kisah petualangan Ulysses, Alcinous mengantarkan Ulysses pulang ke negerinya dengan kapal tercepat yang dimiliki bangsanya, dan ia juga memberinya banyak hadiah. Setibanya di Ithaca, Ulysses tidak langsung ke istananya, melainkan mengunjungi Eumaeus, pelayannya yang tetap setia menanti kepulangannya. Minerva merubah wujudnya menjadi pengemis tua agar Eumaeus tidak mengenali tuannya, dan Ulysses dapat mencari banyak informasi mengenai keadaan di istananya. Ulysses bermalam beberapa hari di gubuk Eumaeus sambil menunggu kepulangan Telemachus dari Pylos dan Sparta.

Sementara itu Telemachus berlayar pulang ke Ithaca dan berhasil melewati para penyergap yang ingin menghadang kapalnya. Ia mendarat di pelabuhan kota Ithaca dan segera menuju gubuk Eumaeus, sementara para awak kapal kembali ke kota. Telemachus akhirnya bertemu kembali dengan ayahnya, dan mereka sepakat bahwa semua pelamar Penelope harus binasa. Telemachus pulang lebih dulu, dan Ulysses akan menyusul bersama Eumaeus. Ulysses menyamar menjadi pengemis tua, dan kini ia telah menginjakkan kedua kakinya di istananya setelah 20 tahun pergi meninggalkannya. Ulysses melihat sendiri bagaimana para pelamar istrinya bersikap arogan di istananya, dan ia sudah tidak sabar untuk membinasakan tanpa ampun para pelamar istrinya. Ulysses kemudian menemui Penelope, namun masih menyamar menjadi pengemis tua, dan menghiburnya dengan mengatakan bahwa ia pernah bertemu dengan Ulysses di Crete dan tidak lama lagi pasti akan pulang dan menghukum orang-orang yang telah menodai istananya.

Penelope kemudian menyuruh Eurycleia membersihkan kaki Ulysses dan memberinya makanan. Pada mulanya Ulysses menolak, karena takut bekas luka di kakinya diketahui oleh Eurycleia. Dugaan itu benar, dan Eurycleia mengenalinya, namun Ulysses memintanya untuk merahasiakan kepulangannya, karena ia tidak ingin penyamarannya terbongkar. Besok paginya, Penelope mengumpulkan semua laki-laki yang melamarnya di aula istana. Ia menyelenggarakan kontes memasang tali busur milik suaminya, dan yang berhasil memasang tali busur suaminya, maka ia akan menjadi suaminya menggantikan Ulysses. Ulysses sendiri ikut serta dalam kontes itu.

Setelah berhasil memasang tali busurnya sendiri, Ulysses membuka kedok penyamarannya. Para pelamar Penelope kaget ketika mengetahui bahwa pengemis tua itu ternyata Ulysses. Ulysses membantai para pelamar istrinya, dan aula penuh dengan darah. Setelah membantai para pelamar istrinya, Ulysses membongkar penyamarannya di hadapan Penelope. Pada awalnya Penelope tidak percaya jika laki-laki yang ada di hadapannya adalah suaminya. Namun Ulysses menceritakan rahasia perkawinan mereka, Penelope akhirnya percaya bahwa laki-laki itu adalah Ulysses, yang telah meninggalkannya selama 20 tahun – sebuah pertemuan yang amat menggetarkan hati.

Keesokannya, Ulysses dan Telemachus mengunjungi Laertes di pedesaan. Rakyat Ithaca mengejarnya. Mereka ingin membalas kematian anak mereka, para pelamar Penelope. Namun dewi Minerva datang dan menengahi kedua pihak, dan kini tidak ada lagi balas dendam.

Beberapa tahun setelah Ulysses menyatu kembali dengan istrinya, terjadi peristiwa yang tidak disangka-sangka. Telegonus, putra Ulysses dari hubungannya dengan Circe, datang menyerbu Ithaca. Telegonus mengira Ithaca adalah Corcyra. Ulysses dan Telemachus mempertahankan negeri mereka, namun Telegonus tidak sengaja membunuh ayahnya. Telegonus membawa jasad ayahnya ke pulau Aiaia dan membawa serta Penelope dan Telemachus. Circe menjadikan mereka sebagai dewa; ia menikahi Telemachus, dan Telegonus menikahi Penelope.

Menurut versi Roma, Ulysses tidak mati dengan cara demikian; beberapa tahun setelah bertemu kembali dengan istrinya, Ulysses memutuskan untuk pergi mencari kedamaian, dan setelah berlayar menyebrangi Pillar Heracles ia sampai di muara sungai Tagus di mana terdapat kota Lisbon.

Demikianlah kisah petualangan Ulysses yang amat terkenal itu, namun ada satu prajurit Troy yang berhasil menyelamatkan diri ketika Troy dibakar pasukan Yunani. Ia adalah Aeneas, dan menurut takdir akan mendirikan suku bangsa yang kelak menguasai dunia. Petualangannya mencari negeri baru juga harus melewati banyak rintangan dan penderitaan.

Aeneas adalah putra dewi Venus dan prajurit Troy terhebat setelah Hector. Ketika pasukan Yunani membakar Troy, Aeneas, dengan bantuan Venus, berhasil meloloskan diri bersama ayah dan putranya, serta beberapa prajurit yang berhasil menyelamatkan diri. Mereka kemudian berlayar mencari negeri baru.

Setelah berkelana beberapa tahun dan mengalami banyak rintangan baik di darat maupun di lautan, ia tiba di Itali, di mana ia mengalahkan orang-orang yang menentangnya masuk negeri itu, kemudian menikah dengan seorang putri raja dan mendirikan sebuah kota. Dikatakan bahwa Aeneas adalah pendiri Roma, karena Romulus dan Remus dilahirkan di kota yang dibangun Aeneas, Alba Longa.

Banyak prajurit Troy yang bergabung dengannya ketika ia meninggalkan Troy. Mereka sepakat untuk mencari negeri baru, namun tidak ada yang tahu ke mana mereka harus pergi. Beberapa kali mereka mencoba membangun kota yang baru, namun selalu gagal. Akhirnya Aeneas diberitahu lewat mimpi bahwa daerah yang ditakdirkan bagi mereka berada jauh di Barat – Itali, pada masa itu disebut Hesperia, Negeri Barat. Saat itu mereka sedang ada di pulau Crete, dan meskipun negeri yang dijanjikan ada di daerah yang sangat jauh dan harus mengarungi laut luas, mereka bersyukur karena suatu hari nanti mereka pasti mempunyai negeri sendiri, dan mereka segera memulai perjalanan panjang itu.

Rintangan mengerikan sudah menunggu sekelompok kecil petualang dari Troy, dan lagi-lagi penyebab malapetaka itu adalah Juno. Ia membuat penduduk paling kuat di negeri itu, suku bangsa Latin dan Rutulian, menentang kedatangan bangsa Troy di tanah mereka. Jika tidak disebabkan Juno mungkin persoalannya lebih mudah. Latinus yang sudah tua, cicit laki-laki Saturn dan Raja Kota Latium, mendapat peringatan dari arwah ayahnya, Faunus, agar tidak menikahkan Lavinia, putri satu-satunya, dengan penduduk negeri, namun menikahkannya dengan orang asing yang tidak lama lagi akan datang. Dari pernikahan mereka akan lahir sebuah bangsa yang ditakdirkan menguasai dunia. Oleh sebab itu, ketika Aeneas dan anak buahnya mendarat di pantai Itali, dan kemudian minta perlindungan kepada sang raja, Latinus menerima mereka dengan senang hati. Ia yakin bahwa Aeneas adalah orang yang dimaksud Faunus. Latinus berkata bahwa selama ia masih hidup maka Aeneas tidak akan kekurangan teman. Latinus mengutus kurirnya dan mengatakan kepada Aeneas bahwa ia memiliki seorang putri yang dilarang menikah oleh surga kecuali dengan orang asing yang datang ke negerinya, dan ia percaya bahwa orang asing yang ditakdirkan menjadi suaminya adalah Aeneas.

Kini Juno ikut campur. Ia memanggil Alecto dari Hades dan menyuruhnya menabur genderang perang. Dengan senang hati Alecto mematuhinya. Pertama ia membuat Ratu Amata, istri Latinus, menentang pernikahan putrinya dengan orang asing yang tiba di negerinya. Kemudian ia berpaling pada Raja Rutulian, Turnus, yang saat itu merupakan laki-laki yang diharapkan dapat menjadi suami Lavinia. Kedatangan Ratu Amata untuk menabuh genderang perang terhadap bangsa Troy amat penting. Kabar bahwa Aeneas akan menikah dengan Lavinia dapat membuat Turnus murka dan tidak dihargai. Segera setelah ia mendengar kabar itu, Turnus segera mengerahkan pasukannya ke Latium dan mencegah bentuk perjanjian apa pun antara bangsa Latin dengan orang asing.

Sekarang Alecto menjalankan rencana ketiganya. Seorang petani – bangsa Latin – mempunyai seekor rusa kesayangan, begitu cantik, begitu liar sehingga ia dapat berkeliaran sesuka hatinya hari demi hari, namun pada malam hari rusa itu akan mendatangi rumah yang tak dikenalinya. Putri petani itu sangat menyayangi rusa itu dan merawatnya penuh kasih sayang; ia akan menyisir bulu-bulunya yang halus dan mengalungkan bunga pada tanduknya. Seluruh petani mengenal hewan itu dan tidak ingin melukainya, dan bahkan jika ada diantara penduduk melukai rusa itu, maka ia akan dihukum. Dan bagi seorang asing, melukai rusa itu berarti membangkitkan kemarahan penduduk. Dan itulah yang dilakukan putra Aeneas di bawah kekuasaan Alecto. Ascanius sedang berburu, lalu ia dan anjing-anjingnya diarahkan oleh Kemarahan (Fury) ke tempat di mana rusa itu sedang beristirahat. Ascanius berhasil melukai rusa itu dengan anak panahnya, namun rusa itu cepat kembali ke rumah majikannya hingga akhirnya ia mati di sana. Alecto kemudian membuat berita kematian rusa itu cepat menyebar, dan para petani negeri itu ingin membunuh Ascanius dan bangsa Troy yang melindunginya.

Berita itu terdengar Latium tidak lama setelah kedatangan Turnus. Tentu saja sang raja kaget ketika mengetahui bahwa pasukan Rutulian telah berkumpul di depan gerbang istananya. Latium mengurung diri dalam istana dan membiarkan mereka berbuat semaunya.

Ada sebuah kebiasaan di kota itu bahwa ketika pecah perang, dua gerbang kuil dewa Janus, yang senantiasa tertutup jika keadaan damai, harus dibuka oleh Latium, sementara terumpet dikumandangkan dan para prajurit berteriak. Namun Latium, mengunci dirinya dalam istana, tidak bisa mengikuti upacara suci itu, dan ketika penduduk tidak tahu apa yang harus mereka lakukan, Juno meluncur turun dari langit dan membuka dua gerbang kuil dewa Janus. Kebahagiaan memenuhi kota, kebahagiaan memenuhi persiapan perang, baju-baju perang yang berkilauan, dan semangat para prajurit yang siap mati dalam perang menyala-nyala.

Gabungan pasukan Latin dan Rutulian kini akan berperang melawan para prajurit Troy yang tidak banyak. Pemimpin mereka, Turnus, adalah prajurit gagah berani dan pandai berperang; prajurit lainnya yang juga hebat adalah Mezentius, namun ia adalah seorang yang kejam sehingga para pengikutnya, rakyat Etruscan, memberontak dan Mezentius berpaling kepada Turnus. Prajurit selanjutnya yang terbaik adalah seorang wanita, Camilla, yang dibuang ketika bayi oleh ayahnya. Camilla benci pernikahan dan mencintai peperangan dan kebebasan. Sekelompok prajurit menjadi pengikutnya, dan diantara mereka terdapat beberapa wanita.

Aeneas kemudian didatangi melalui mimpi oleh Tiber, dewa sungai besar di mana di dekatnya Aeneas dan para prajurit Troy mendirikan perkemahan. Sang dewa menyuruh Aeneas segera pergi ke hulu sungai dan menemui Evander, Raja dari kota miskin yang di masa depan akan menjadi kota yang paling dibanggakan di dunia, di mana menara-menara bangsa Roma akan menjulang ke langit. Tiber berjanji bahwa Aeneas akan mendapat bantuan darinya.

Ketika fajar menyingsing, Aeneas segera pergi ke hulu bersama beberapa prajurit terbaiknya, dan untuk pertama kalinya sebuah perahu yang penuh dengan manusia bersenjata berlayar di atas sungai Tiber. Evander menyambut kedatangan Aeneas, yang kemudian bersama putranya, Pallas, mengajak rombongan Aeneas ke istananya yang sederhana dan memperlihatkan kepada Aeneas pemandangan di luar istana. Evander memperlihatkan tebing Tarpeian dan bukit di dekatnya yang disucikan bagi Jupiter. Rumput di bukit itu mulai meninggi dan semak berdurinya semakin banyak, namun di masa depan sebuah ibu kota yang megah akan berdiri di sana; sebuah padang yang penuh dengan hewan ternak dan kemudian akan jadi tempat berkumpulnya bangsa Roma. “Dulu daerah ini dihuni oleh dewa, peri dan manusia biadab,” ucap Evander kepada Aeneas. “Namun Saturn tiba di negeri ini dan segala sesuatunya berubah. Manusia meninggalkan cara hidup brutal. Saturn memerintah dengan adil, dan di bawah kepemimpinannya negeri ini amat makmur dan jaya. Namun semua itu menghilang kembali, digantikan ketamakan akan harta dan kegilaan akan perang. Tiran menguasai negeri ini, dan hingga akhirnya takdir membawaku ke daerah ini, seorang buangan dari Yunani, tepatnya dari Arcadia.”

Ketika Evander mengakhiri kisahnya mereka telah tiba di gubuk sederhana tempat tinggal Evander. Aeneas bermalam di sana, tidur berselimut bulu beruang dan di atas tumpukan daun-daun. Keesokan paginya, fajar yang sudah merekah di langit membangunkan mereka, dan nyanyian burung bul-bul terasa memberi satu semangat tersendiri untuk menyambut pagi. Sementara itu, Evander dan beberapa anjing pengawalnya pergi ke tempat di mana Aeneas tidur. Setelah selesai sarapan pagi Evander berkata kepada Aeneas, “Arcadia hanya bisa sedikit membantumu. Namun di sisi sungai yang lain tinggal bangsa yang kuat dan kaya, Etruscan, dan raja mereka adalah Mezentius, yang membantu Turnus.” Kemungkinan besarnya mereka akan membantu Aeneas, karena mereka juga sedang memburu Mezentius. Dahulu, seluruh Etruria akhirnya bangkit melawannya, namun Mezentius berhasil melarikan diri. Bagaimanapun juga, mereka ingin menangkap Mezentius kembali dan menghukumnya.

Evander menyuruh Pallas, putra satu-satunya, agar membantu Aeneas, dan Pallas menyertakan
beberapa pengikutnya. Evander memberi setiap tamunya kuda agar mereka segera bertemu dengan bangsa Etruscan.

Sementara itu pasukan Troy, yang kekurangan prajurit terbaik dan sekedar dibentengi seadanya, tetap memberikan perlawanan dengan sengit. Turnus begitu gencar menyerang mereka dengan kekuatan penuh. Sepanjang penyerangan pada hari pertama itu pasukan Troy mempunyai pertahanan yang baik, karena mereka mengikuti instruksi yang ditinggalkan Aeneas bagi mereka. Namun jumlah musuh mereka jauh lebih banyak dan sepertinya tidak mungkin menang kecuali Aeneas kembali membawa bantuan . Namun, ada dua prajurit pemberani yang kemudian melakukan perbuatan besar. Mereka ingin menembus barisan musuh pada malam hari dan mencari Aeneas.

Mereka adalah Nisus dan Euryalus. Nisus adalah prajurit berpengalaman, sementara Euryalus masih remaja meskipun mempunyai keberanian dan semangat yang tinggi. Mereka selalu bersama maju ke medan perang. Ide untuk menembus barisan musuh datang pertama kali pada Nisus ketika ia melihat sepinya benteng musuh dan sedikit bercahaya. Nisus menyampaikan rencananya kepada temannya dan tidak bermaksud mengajaknya. Namun Euryalus tidak ingin membiarkannya pergi sendiri, “Biarkan aku pergi sendiri,” jawab Nisus. “Jika aku tertangkap atau mati, setidaknya masih ada kau di sini yang akan menebusku atau memakamkan jasadku. Ingat, kau masih muda dan hidup ini begitu indah.” Euryalus menjawab, “Mari segera kita mulai rencana kita!” Nisus merasa tidak mungkin bisa merubah keputusannya, dan akhirnya ia menurutinya.

Keduanya melihat para pemimpin Troy sedang berkumpul. Euryalus dan Nisus segera mengatakan rencana mereka di hadapan dewan. Rencana Nisus dan Euryalus disetujui, dan sebagai ungkapan terima kasih, mereka akan mendapatkan balasan yang tinggi. “Yang kuinginkan hanya satu,” ucap Euryalus. “Ibuku ada di perkemahan ini. Ia tidak ingin tinggal dengan wanita lain dan akan mengikutiku. Aku adalah segalanya baginya. Jika aku mati. . . . . . . . “ “Ia akan menjadi ibuku,” Ascanius memotong, “dan ia akan menggantikan ibuku yang hilang pada malam ketika Troy hancur.Bawalah pedangku. Pedang ini akan membawa kemenangan.”

Nisus dan Euryalus kemudian berpamitan dan melaksanakan misi mereka. Para prajurit musuh sedang tidur di sekeliling benteng mereka. Setelah melewati parit, mereka tiba

Nisus dan Euryalus kemudian berangkat, melewati parit menuju benteng musuh. Mereka sedang tidur di sekitar benteng. Nisus berbisik kepada Euryalus, “Aku akan membersihkan jalan untuk kita dan kau tetap berjaga-jaga.” Setelah itu Nisus membunuh mereka satu demi satu, begitu lihai hingga tidak terdengar suara berisik yang dapat membangunkan prajurit lainnya. Tidak ada teriakan yang bisa membunyikan tanda bahaya. Euryalus membantu sahabatnya. Ketika mereka tiba di ujung tenda musuh mereka telah membunuh banyak prajurit, dan mayat-mayat tergeletak di jalan. Namun ternyata mereka salah perhitungan, karena fajar mulai menyingsing; pasukan berkuda melihat kilatan helm Euryalus dan memanggilnya. Euryalus tidak menjawab, dan kini musuh menganggap prajurit yang dipanggilnya adalah musuh dan mengepungnya. Dalam keadaan terburu-buru kedua sahabat itu terpisah, dan Nisus mencari sahabatnya. Nisus melihat sahabatnya ditangkap oleh pasukan musuh. Bagaimana mungkin ia menyelamatkannya? Ia hanya sendirian. Ia tidak punya harapan, dan lebih baik jika ia menyelamatkan sahabatnya daripada melarikan diri. Dari tempat tersembunyi Nisus menombaki mereka satu persatu. Tidak tahu dari mana serangan itu berasal, komandan pasukan berkuda itu mulai mengancam Euryalus, “Bersiap-siaplah untuk mati!” Namun sebelum pedangnya menebas leher Euryalus, Nisus memperlihatkan dirinya dan berteriak, “Bunuhlah aku, sebab akulah yang seharusnya mati. Prajurit itu adalah anak buahku.” Namun belum selesai bicara, dada Euryalussudah ditebas. Nisus berlari mengejar prajurit yang telah membunuh sahabatnya. Namun Nisus mati lebih dulu, dan ia terbaring di samping sahabatnya.

Setelah kematian Euryalus, petualang pasukan Troy selebihnya terjadi di medang pertempuran. Aeneas kembali ke perkemahan membawa banyak pasukan Etruscan, dan pertempuran sengit berlangsung, dan kisah selanjutnya lebih banyak tentang prajurit yang satu membunuh prajurit lainnya. Perang demi perang terjadi. Banyak pahlawan yang gugur, darah membanjiri bumi, tiupan terumpet bergema di udara, dan anak-anak panah berterbangan di udara seperti hujan. Pada akhirnya Aeneas berhasil mengalahkan pasukan musuh. Camilla mati setelah mengisahkan tentang dirinya sendiri; Mezentius mati, namun setelah kematian putranya ketika ingin melindunginya. Dari pihak Aeneas juga banyak yang mati, diantara mereka adalah Pallas, putra Evander.

Akhirnya Turnus dan Aeneas bertemu dalam single combat . Pada saat itu, Aeneas, yang di bagian awal kisah ini masih seperti manusia biasa seperti Hector atau Achilles, berubah menjadi sesuatu yang aneh dan ajaib; ia tidak lagi seorang manusia biasa. Dahulu kala ia membawa ayahnya keluar dari Troy yang sedang terbakar dan memberi semangat anaknya agar lari di sampingnya; ketika ia datang ke Carthage ia masih merasakan perasaan haru, “masih ada air mata untuk segala sesuatu.” Aeneas juga masih manusia biasa ketika berada di istana Dido. Namun di tengah medan pertempuran di Itali Aeneas bukan lagi manusia biasa, melainkan keajaiban yang mengerikan. Ia “Besar sebagaimana Gunung Athos, besar seperti Apennine (Father Apennine) ketika mengocok pohon ek raksasa dan mengangkat puncaknya yang bersalju ke angkasa”; dan seperti “Aegeon yang memiliki seratus tangan dan dapat mengeluarkan api dari 50 mulutnya, dan mencabut 50 pedang sekaligus.” Tidak ada yang menarik lagi ketika Aeneas berduel dengan Turnus, sebab perlawanan Turnus sia-sia belaka, seperti melawan halilintar atau gempa bumi.

Puisi Virgil berakhir dengan kematian Turnus. Aeneas kemudian menikah dengan Lavinia dan mendirikan suku bangsa Roma – yang mana menurut Virgil, "mewariskan kepada bangsa-bangsa lain seni dan ilmu pengetahuan, ditakdirkan menguasai dunia di bawah kekaisaran mereka, menjatuhkan kekuasaan yang tiran, mempertahankan mereka yang baik dan menghancurkan mereka yang angkuh."





Tidak ada komentar:

Posting Komentar