05 Maret 2009

Bagian VI

Pertempuran Besar Pertama

Ketika pasukan Achaean bertemu dengan pasukan Troy, yang terdengar di tengah medan pertempuran adalah desingan perisai yang mengadu dengan perisai, tombak mengadu dengan tombak, dan bumi dipenuhi dengan aliran darah pasukan Achaean dan Troy.

Antilochus membunuh seorang prajurit Troy, Echepolus, putra Thalysius. Antilochus mengarahkan pedangnya ke helm Echepolus dan menembus besi keras itu hingga ke tulangnya, dan Echepolus terjatuh ke tanah. Setelah itu Ajax, putra Telamon, berhasil membunuh Simoeisius, putra Anthemion. Kemudian Antiphus, putra Priam, melemparkan tombaknya ke arah Ajax. Namun lemparannya meleset dan mengenai Leucus. Ulysses marah melihat sahabatnya mati, akibat lemparan tombak Antiphus. Ia menyiapkan busurnya dan melepaskan anak panahnya ke Antiphus. Namun tembakan Ulysses mengenai Democoon, anak haram Priam. Hector, dan pasukan yang berada di barisan depan segera membentuk barisan untuk menghalau para prajurit Achaean. Apollo, yang menyaksikan pertempuran dari Pergamus, berteriak kepada para prajurit Troy, “Prajurit Troy, hancurkanlah musuh kalian dan jangan biarkan prajurit Achaean menghabisi kalian. Kulit-kulit mereka tak terbuat dari batu atau besi. Lagipula Achilles tidak ikut berperang. Ia sedang meredakan amarahnya di kapalnya.”

Seluruh komandan dalam pasukan Yunani dan Troy ikut terlibat di dalam pertempuran itu, kecuali Achilles, yang tetap berada ditendanya. Dua prajurit Troy yang menjadi pahlawan pada hari itu adalah Hector dan Aeneas. Sementara dari pasukan Yunani (kadang disebut Achaean) adalah Diomede (atau Diomed), juga disebut Tydides – diambil dari nama ayahnya, Tydeus. Diomede sangat disayangi dewi Minerva, yang membuat perisai dan helm bajanya amat berkilau, yang juga membuatnya menjadi seorang yang amat ditakuti musuh di medan perang.

Diomede telah membunuh banyak prajurit, dan kadang menerobos masuk ke dalam barisan pasukan Troy, memukul mundur mereka ke dalam tembok kota, hingga akhirnya anak panah Pandarus melukai bahu kanannya. Pandarus berteriak bangga bahwa ia telah melukai pahlawan Yunani. Diomed memohon kepada dewi Minerva agar datang dan membantunya, dan sang dewi memenuhi panggilannya dan menyembuhkan lukanya. Minerva kemudian menyemangatinya, “Oh Diomed, kobarkan semangatmu. Aku telah memberimu kekuatan. Aku juga telah memberi dua matamu kekuatan untuk membedakan dewa dan manusia. Bagaimanapun, kau tidak perlu takut jika harus menyerang dewa. Sekarang seranglah Venus jika kau melihatnya di medan perang.”

Diomede kembali mengamuk dan membantai banyak prajurit Troy dengan pedangnya. Aeneas kemudian menyuruh Pandarus menyerangnya dengan panah.

“Aku baru saja menyerangnya,” jawab Pandarus heran. “Ia pasti dilindungi oleh dewa.”

Namun Aeneas membawa Pandarus ke atas kereta perangnya dan bergerak ke arah dimana Diomede mengamuk dengan pedangnya; Pandarus diminta untuk menyerangnya sekali lagi. Stheneleus, sahabat Diomede yang juga mengendarai kereta perangnya, melihat kedatangan Aeneas dan Pandarus, dan ia menyarankan sahabatnya agar mundur sejenak. Namun Diomede menolak, tidak peduli dengan peringatan sahabatnya.

“Sahabat,” ucap Diomede kepada Stheneleus, “aku tidak akan gentar jika harus menghadapi mereka, karena Minerva telah menghilangkan rasa takutku, dan jika ternyata aku dapat membunuh mereka, apakah kau bersedia membawa kereta perang mereka beserta sepasang kudanya ke kapal. Kuda-kuda itu adalah hadiah yang sangat berharga, diberikan Jupiter kepada Raja Troas sebagai ganti atas salah satu putranya yang dibawa Jupiter ke Olympus, Ganymede.”

Sekarang kereta perang Aeneas semakin dekat. Dan kali ini Pandarus akan menyimpan busurnya, menggantinya dengan tombak, yang kemudian ia lempar ke arah Diomede dengan kekuatan penuh. Lemparannya menembus perisai Diomede dan hampir saja melukainya. Sekali Pandarus senang dan bangga karena berhasil melukai Diomede dan berkata dengan bangganya.

“Kau belum melukaiku,” ucap Diomede. “Lemparanmu meleset, dan salah satu dari kalian akan mati tidak lama lagi. Diomede melemparkan tombaknya, dan Minerva mengarahkannya hingga tombak itu mengenai wajahnya. Pandarus roboh seketika itu juga dan mati.

Aeneas segera melompat turun kereta perangnya sambil membawa perisai dan tombaknya. Ia tidak ingin pasukan Yunani melucuti pakaian perang Pandarus.

Melucuti baju perang dan senjata musuh biasa dilakukan pada masa itu, karena hal itu dianggap sebagai kemenangan. Namun Diomede segera mengangkat batu dan melemparkannya ke arah Aeneas. Lemparan Diomede mengenai pinggul Aeneas dan meremukan tulang sendinya. Posisinya kini seperti orang yang berlutut, dan ia serasa dikelilingi kabut kematian. Jika ibunya, Venus, tidak datang membantunya, maka ia pasti mati ditebas pedang Diomede. Jubahnya yang berkilau kini menjadi perisai yang melindungi putranya, dan Venus segera menarik Aeneas keluar dari medan perang. Sementara Sthenelus, tidak lupa dengan janjinya kepada Diomede, segera mengambil sepasang kuda yang menarik kereta perang Aeneas, kemudian membawanya ke perkemahan pasukan Yunani.

Diomede kini mencari Venus. Minerva telah memberinya kekuatan yang dapat membedakan mana manusia dan mana dewa, dan ia juga menyuruh Diomed tidak perlu takut melukai dewa. Diomed kini melihat dewa yang sedang dicarinya, dan tanpa membuang-buang waktu ia melemparkan lembingnya ke arah Venus. Ia berhasil melukai lengan Venus yang lembut, dan tangannya mengeluarkan Ichor, sebutan untuk darah dewa.

Venus mengerang kesakitan dan menjatuhkan Aeneas dari pangkuannya, namun Apollo menyelamatkan Aeneas dan membawanya pergi. Iris segera turun dari langit untuk membantu Venus, dan membawanya ke sisi kiri medan perang, dimana Mars, saudara laki-laki Venus, sedang mengawasi jalannya pertempuran.

Sambil menangis dan menahan rasa sakit, Venus memohon agar kakaknya meminjamkan keretanya yang sedang diistirahatkan dibalik awan, karena ia ingin kembali ke Olympus. Mars mengijinkan, dan Venus segera kembali ke Olympus bersama Iris. Setibanya di Olympus, Venus segera menemui ibunya, Dione, yang kemudian memintanya bersabar dan mengingatkan bahwa pada masa lalu manusia begitu sering menentang para dewa. Mars, ucapnya, harus menderita dikurung di dalam penjara selama lima belas bulan oleh raksasa yang bernama Ephialtes dan Otus, dan ia pasti mati seandainya Mercury tidak membebaskannya. Sementara itu Juno dan Hades pernah dilukai oleh Hercules. “Diomede akan mendapat hukuman karena berani melawan dewa,” ucap Dione menghibur Venus yang menahan rasa sakit.

Dione kemudian mengelap ichor yang mengalir dari tangan Venus, dan ia hanya menyentuh luka itu dengan tangannya agar sembuh.

Sementara itu, Diomede masih mengamuk dan mencari Aeneas, meskipun ia tahu bahwa Aeneas berada dilindungi Apollo. Tiga kali Diomede berusaha dan tiga kali ia pukul hajar oleh Apollo, namun ketika Diomede ingin menyerang yang ke-empat kali, Apollo mencelanya, “Diomed, hati-hati dengan kesombonganmu, jangan berpikir kau dapat menyamai para dewa, atau kau akan mendapat bencana yang tidak kau inginkan.”

Diomede segera mundur, takut akan kemarahan Apollo, sementara Apollo membawa Aeneas ke kuilnya di Pergamus. Di sana Diana dan Latona, ibu Apollo, menyembuhkan lukanya dan mengembalikan kekuatannya. Apollo meminta Mars membantu pasukan Troy, khususnya memukul mundur Diomede yang sampai saat ini masih mengamuk. Mars kemudian menyamar menjadi Acamas, masuk dalam barisan pasukan Troy dan menyemangati para prajurit Troy.

Bagaimanapun juga, tidak lama kemudian pasukan Yunani dapat dipukul mundur. Komandan mereka, raja Agamemnon, Menelaus, Ulysses dan dua Ajax, telah membunuh banyak prajurit Troy. Namun Minerva telah pergi meninggalkan medan pertempuran, dan sekarang Mars ikut membantu pasukan Troy. Sekarang Aeneas telah kembali ke medan perang dengan kekuatan dan keberanian baru, dan Hector beserta Sarpedon ada digaris depan. Keganasan Mars sebagai dewa perang dan kehebatan Hector telah membunuh banyak pasukan Yunani.

Keadaan demikian tentu saja tidak menyenangkan bagi Juno, yang sedang menyaksikan jalannya pertempuran dari puncak Olympus. Juno meminta ijin dari Jupiter untuk menarik Mars keluar dari medan perang. Jupiter setuju, namun yang melakukannya adalah Minerva. Juno setuju. Kemudian kedua dewi segera melaju, dengan kereta emas Juno yang berkilauan, menuju medan perang,

Juno mendaratkan keretanya disebuah tempat dimana air sungai Simois dan Scamander bertemu. Juno kemudian menutupi keretanya dengan kabut tebal, sehingga tidak ada manusia yang dapat melihatnya. Mereka segera mencari sang pahlawan Diomede; pada kesempatan itu Juno menyamar menjadi Stentor, orang yang mempunyai suara lebih keras dibanding teriakan lima puluh orang.

Juno berteriak menyemangati pasukan Achaean yang sedang dipukul oleh pasukan Troy, sementara Minerva menuyuh Diomede maju kembali dan memukul mundur pasukan Troy. namun Diomede menjawab, “Kau hanya memperbolehkan aku menyerang Venus.”

Minerva menjawab dengan agak sedikit kesal, “Kau tidak perlu takut! Kau harus maju menyerang Mars, dan aku akan bersamamu.” Minerva memakai helm milik Pluto, yang menjadikan siapa saja yang memakainya menjadi tidak terlihat, dan naik ke atas kereta perang Diomede. Kini Minerva yang mengendarai kereta perang Diomede dan mengarahkannya ke tempat dimana Mars sedang mengamuk membantai para prajurit Yunani.

Ketika Mars melihat Diomede mendekat, ia segera melemparkan tombak ke arah Diomede; namun Minerva membuat lemparannya meleset. Kini Diomede melemparkan lembingnya, dan tentunya Minerva yang mengarahkannya dan juga memberi Diomede kekuatan tambahan agar lemparannya semakin kencang. Mars mengerang kesakitan, karena ternyata lemparan Diomede mengenai pinggangnya.

Mars segera keluar dari medan perang dan kembali ke puncak Olympus. Ia mengadukan perbuatan Minerva kepada Jupiter. Namun Jupiter malah memarahi Mars, mengatakan bahwa ia sendiri yang menyebabkan penderitaannya. Meskipun marah terhadap Mars, Jupiter akhirnya menyuruh Paeon, tabib para dewa, untuk menyembuhkan luka Mars.

Sementara itu Juno dan Minerva kembali ke Olympus, setelah Mars pergi dari medan perang. Dan sekarang kemenangan bergantung pada keberanian dari masing-masing pasukan. Pasukan Troy, yang kini harus bertempur tanpa bantuan dewa, dipukul mundur oleh pasukan Yunani ke dalam tembok pertahanan mereka. Dalam keadaan yang demikian, Helenus, seorang peramal, menasihati saudaranya Hector agar segera pergi ke kota dan meminta kepada ibunya agar mengumpulkan sebanyak mungkin wanita Troy untuk berdoa bersama dan memberi persembahan di kuil Minerva, dan memohon bantuan dan perlindungannya. Hector menyetujui saran Helenus, dan ia segera melompat dari kereta perangnya dan meminta para prajurit Troy untuk terus bertempur selama kepergiannya ke kota. Begitu sampai di Gerbang Scaean, ia ditemui oleh istri, anak-anak dan ibu para prajurit. Mereka ingin sekali mengetahui nasib suami, anak dan saudara-saudara mereka.

Hector tidak ingin membuang-buang waktu dan segera ke istana. Setiba di istana, Hecuba menghidangkan secangkir anggur untuk melepas lelah putranya. Namun Hector tidak sempat mencicipi anggur itu, “Janganlah minta aku minum anggur,” ucap Hector kepada ibunya, “karena
anggur dapat melemahkan tubuhku dan mengurangi keberanianku.”

Hector kemudian mengatakan maksud kedatangannya. Dengan senang hati Hecuba akan melaksanakan harapan putranya; Ratu Hecuba dan para wanita Troy segera pergi ke kuil Minerva untuk memberi persembahan dan setelahnya mohon bantuan dan perlindungannya. Namun sang dewi tidak mengabulkan permintaan mereka.

Sementara itu Hector pergi ke istana Paris. Ia menemukan adiknya sedang di kamar tidurnya, menyiapkan perlengkapan perang, sementara Helen duduk di dekatnya bersama para pelayan wanitanya. Hector mencelanya karena tidak ikut bertempur bersama para prajurit yang lainnya.

“Paris, sudah banyak rakyat kita yang mati karena bencana yang kau bawa ke negeri ini. Mengapa kau hanya berdiam diri di kamarmu! Cepat kenakan baju perangmu dan ambil senjata-
senjatamu. Apakah kau akan berperang jika kota ini sudah terbakar.!

Paris menjawab bahwa ia akan segera kembali ke medan perang.

Selanjutnya Hector menemui istrinya, Andromache, dan bayinya. Ia begitu khawatir jika tidak dapat kembali lagi menemui istrinya. Namun dari pelayannya Hector mengetahui bahwa istrinya baru saja pergi ke tembok kota.

Hector bergegas meninggalkan istana dan menuju tembok kota. Begitu ia tiba di Gerbang Scaean, ia bertemu dengan istrinya dan perawat bayinya. Hector memberi nama bayinya Scamandrius, diambil dari nama sungai. Namun bayinya biasa dipanggil Astayanax oleh orang-orang, yang berarti “raja-kota.” Percakapan antara Hector dan istrinya pada saat itu, digambarkan dengan sangat indah sekali oleh Homer, dan bisa dikatakan yang paling indah dalam The Iliad. Andromache adalah putri Eetion, raja Thebe, kota dari mana Chryseis dibawa. Eetion dan juga seluruh keluarganya telah dibunuh, kecuali Andromache, dan dengan demikian ia sudah tidak punya orang tua dan saudara.

Hector sangat tersentuh ketika istrinya mengatakan bahwa ia sudah tidak punya siapa-siapa lagi
di dunia ini, namun Hector juga tidak mungkin pergi begitu saja meninggalkan teman-temannya yang sedang bertempur mati-matian membela negara.

Yang paling dikhawatirkan Hector bukan nyawanya, melainkan jika suatu saat Troy dapat ditaklukkan dan istrinya dijadikan budak oleh bangsa Yunani.

Hector kemudian memeluk bayinya, namun Astayanax menangis sebab ia ketakutan melihat rambut kuda yang melambai-lambai di helm ayahnya. Kedua orang tuanya hanya tersenyum, dan Hector, setelah melepaskan helm bajanya dan meletakkannya di tanah, mencium putranya dan menggendongnya, seraya berdoa kepada dewa agar kelak putranya menjadi prajurit tangguh dan pelindung Troy.

Perpisahan antara sang pahlawan dan istrinya begitu menyentuh hati yang paling dalam. Andromache kembali menggendong Astayanax sambil tersenyum.

Hector memakai kembali helm bajanya, sementara Andromache kembali ke istana.

Ketika Hector akan keluar lewat Gerbang Scaean dan meninggalkan istri dan anaknya, ia bertemu dengan Paris yang sudah mengenakan pakaian perang. Ia terlihat sudah siap untuk bergabung dalam pertempuran membantu para prajurit Troy lainnya sedang berjuang. Mereka bersama-sama kembali ke medan perang, dan membunuh banyak prajurit Yunani. Dewi Minerva segera turun dari puncak Olympus ketika melihat pasukan Yunani mulai kewalahan. Apollo, yang melihat sang dewi dari benteng pertahanan Troy, menghampirinya dan menawarkan agar disudahi untuk sementara. Minerva setuju, dan keduanya setuju untuk membuat Hector menantang prajurit terbaik Yunani berduel. Helenus, yang mengetahui apa kehendak para dewa, berkata kepada saudaranya, “Aku mendengar suara mereka (Apollo dan Minerva), dan kau tidak ditakdirkan mati saat ini.”

Hector senang mendengar jawaban dari saudaranya, segera bergerak maju ke depan dan meminta pasukan Troy berhenti bertempur.

Kemudian Hector berdiri di tengah, diantara pasukan Yunani dan pasukan Troy. Ia menantang prajurit terbaik Yunani untuk berduel dengannya. Dan untuk beberapa waktu terjadi keheningan dalam barisan pasukan Yunani. Bahkan yang paling pemberani diantara mereka enggan harus beduel dengan Hector. Akhirnya Menelaus menyatakan siap berduel dengan Hector dan segera mengenakan baju perangnya. Namun Agamemnon melarangnya berduel melawan Hector yang jauh lebih kuat dan berani darinya, dan prajurit yang bahkan disegani oleh Achilles.

Nestor kemudian bangkit, “Seandainya usiaku masih muda, tentu saja aku akan menerima tantangannya dengan senang hati. Namun aku tidak menyaksikan seorangpun prajurit Achaean yang berani menerima tantangan Hector.”

Tidak lama kemudian sembilan prajurit maju, menyatakan bahwa mereka siap berduel melawan Hector. Diantara mereka adalah raja Agamemnon, Ulysses, dua Ajax dan Diomede. Nestor menyarankan agar dilakukan pengundian untuk menentukan siapakah yang akan melawan Hector. Semua setuju, dan hasil undian jatuh kepada Ajax putra Telamon, prajurit terhebat setelah Achilles. Ajax sangat senang mendapat kesempatan berduel melawan Hector, dan ia segera mengenakan baju perangnya dan maju ke depan.

Keduanya sudah siap untuk berduel di lapangan yang sebelumnya sudah disiapkan. Yang pertama menyerang adalah Hector. Ia melemparkan tombaknya dengan kekuatan penuh. Ajax menangkis serangan Hector dengan perisainya yang terbuat dari tujuh lapis kulit lembu jantan, sementara lapis ke delapannya terbuat dari kuningan. Lemparan Hector hanya menembus lapis ke tujuh perisai Ajax, dan tidak menyentuh lapis terakhir.

Sekarang giliran Ajax yang melempar lembingnya. Lemparan Ajax tepat mengenai perisai Hector, dan akibatnya sangat fatal jika Hector tidak membanting tubuhnya. Kedua prajurit kembali
melemparkan tombak secara bergantian. Ajax kali ini berhasil melukai leher Hector meski tidak
parah. Hector mengangkat batu yang ada di dekat kakinya dan melemparkannya ke arah Ajax. Batu itu mengenai perisainya hingga terdengar bunyi desingan keras. Namun Ajax segera mengambil batu yang lebih besar dan melemparkannya ke arah Hector dengan tenaga penuh. Lemparan Ajax menghantam perisai Hector dan mengenai kakinya. Hector jatuh. Namun Apollo segera membangunkannya dan mengembalikan kekuatannya, dan kedua pahlawan kini berduel menggunakan pedang mereka masing-masing. Pada saat yang bersamaan, matahari mulai terlihat tenggelam, dan dua bentara, satu dari pasukan Yunani dan satunya lagi dari pasukan Troy, menghampiri kedua prajurit yang sedang asik bertarung, dan memerintahkan mereka untuk berhenti.

Ajax berkata bahwa yang menantanglah yang boleh mengajukan gencatan senjata. Hector menjawab bahwa sebaiknya pertempuran disudahi.

Hector memberi Ajax sebuah pedang bergagang perak beserta sarungnya, sementara Ajax memberi Hector sebuah ikat pinggang indah. Demikianlah akhir pertempuran yang berlangsung sepanjang hari itu. Kedua petarung lalu kembali ke barisan mereka masing-masing, dan mendapat sambutan hangat dari para prajurit dan sahabat mereka masing-masing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar