05 Maret 2009

Bagian V

Duel Menelaus-Paris

Kedua pasukan kini sudah siap bertempur di tanah terbuka yang tidak jauh dari depan tembok kota. Tidak lama lagi bumi dibajiri darah, namun mereka tidak takut mati, sebab kematian di medan perang lebih mulia daripada menghabiskan waktu dengan berkebun atau berdagang.

Agamemnon sudah tidak sabar ingin segera menaklukan, dan ia berharap mimpinya semalam akan menjadi kenyataan. Ia memerintahkan para komandan di setiap barisan mempersiapkan pasukan mereka masing-masing, sambil menunggu aba-aba menyerang darinya.

Segera setelah kedua pasukan saling berhadapan, dan yang tersisa diantara mereka hanya tanah
lapang seluas kira-kira 100 meter, Paris melompat keluar dari barisan pasukan Troy dan menantang bertarung prajurit terbaik Yunani. Ia terlihat seperti dewa muda yang tampan, mengenakan kulit harimau kumbang di bahunya. Ia mem bawa busur, pedang, dan dua tombak. Tantangan paris dijawab Menelaus, yang melompat turun dari kereta perangnya dan maju ke depan. Akhirnya setelah sekian lama ia mendapat kesempatan untuk membunuh orang yang telah merusak harga dirinya.

Namun ketika melihat Menelaus maju, Paris gemetaran dan takut, seperti seekor lembu di tengah hutan yang bertemu dengan singa yang sedang kelaparan.

Meskipun Paris adalah seorang pemberani, rasa bersalahnya terhadap Raja Menelaus membuat keberaniannya hilang. Hector sangat marah melihat adiknya mundur dan berlindung di balik barisan pasukan. Hector segera menghampirinya, dan tentu saja mencela tindakan pengecutnya.

“Apa kau takut melawan Menelaus? Bukankah kau yang kau terlebih dulu menantang prajurit Yunani. Lebih baik kau mati secara terhormat daripada hidup menanggung malu. Bukankah kau yang membawa malapetaka ini?”

Paris menjawab, “Hector, apakah kau akan menghinaku sebab hadiah yang diberikan Venus kepadaku? Baiklah, aku akan melawannya, namun mintalah para prajurit Achaean dan Troy untuk duduk, aku akan bertarung melawan Menelaus di tengah-tengah mereka. Jika aku menang dalam pertarungan itu, maka Helen akan menjadi milikku beserta seluruh harta kekayaannya, dan setelah itu tidak ada lagi pertempuran.”

Hector senang mendengar jawaban adiknya dan segera bergerak maju ke tengah tanah terbuka yang terbentang antara kedua pasukan, menyampaikan apa yang baru saja diucapkan Paris kepadanya.

“Dengarkanlah aku pasukan Troy dan Achaean. Aku ingin menyampaikan pesan dari Paris, penyebab perang ini. Ia minta agar pasukan Troy dan Achaean meletakkan senjata masing-masing di tanah, karena ia menantang Menelaus untuk berduel di tengah kalian. Pemenangnya akan membawa Helen dan seluruh harta kekayaannya, dan sesudah itu tidak ada lagi peperangan.”

Para prajurit Yunani dan Troy senang mendengar tantangan Paris, karena dengan demikian perang akan berakhir. Hector kemudian mengirim pesan kepada Priam, memintanya untuk datang dan membuat kesepakatan dengan Agamemnon, bahwa siapa pun yang menjadi pemenangnya, maka ia akan membawa Helen dan seluruh harta bendanya. Raja Priam dan para petingginya sedang duduk di balkon, di atas tembok pertahanan, dan tidak lama lagi akan melihat pangeran muda Paris bertarung melawan Menelaus.

Tidak lama kemudian, Helen datang menyusul dan duduk diantara mereka. Iris mendatangi Helen ketika ia sedang menenun di kamar tidurnya. Helen sedang membuat permadani bersulam emas, mengadabikan beberapa peristiwa besar yang terjadi selama perang berlangsung. Pada zaman itu, seperti yang kita ketahui dari Homer, para wanita yang berasal dari golongan bangsawan, bahkan para ratu dan putri-putri mereka, menganggap menenun adalah pekerjaan yang amat bermanfaat bagi mereka, dan begitu juga bagi Helen.

Helen tidak tega jika suaminya harus bertarung melawan Menelaus, dan ia merasa sebagai orang
yang pantas disalahkan. Helen kemudian memakai mantel putih, dan sambil menangis ia pergi ke Gerbang Scaean dengan ditemani oleh dua pelayan wanitanya, Aethrae, putri Pittheus, dan
Clymene.

Dua sesepuh Troy yang bijaksana, Ucalegon dan Antenor, sedang duduk di balkon, bersama Priam, Panthous, Thymoetes, Lampus, Clytius dan Hiketaon. Mereka terlalu tua untuk ikut bertempur, namun mereka adalah para orator ulung. Ketika melihat Helen datang, mereka saling berbisik satu sama lainnya, “Ia adalah keajaiban kecil hingga Troy harus menanggung begitu lama beban ini. Persoalan tentang wanita memang persoalan yang rumit. Meskipun ia orang jujur, biarlah bangsa Achaean membawanya pulang, atau ia akan mendatangkan permasalahan yang lebih banyak lagi bagi kita dan generasi sesudah kita.”

Priam kemudian memintanya duduk di dekatnya, “anakku,” ucap Priam, “duduklah di dekatku agar kau melihat suamimu, saudara-saudaramu dan sahabat-sahabatmu. Aku tidak menyalahkanmu sebagai penyebab peperangan ini karena semua sudah menjadi kehendak dewa. Katakanlah kepadaku, siapakah orang yang besar itu? Aku pernah melihat manusia yang tinggi sepertinya, namun tidak ada satu pun yang setia. Pastinya ia adalah raja.”

“O ayah, aku pun menyadari bahwa kehadiranku di sini sudah ditakdirkan oleh para dewa, dan aku tidak bisa menolaknya. Orang yang baru saja kau tunjuk adalah Agamemnon putra Atreus, panglima tinggi pasukan Yunani. Agamemnon adalah seorang raja yang baik dan pemberani, dan pernah menjadi kakak iparku.”

Raja Priam terlihat kagum dengan Agamemnon dan berkata, “Putra Atreus yang bahagia. Aku melihat bahwa bangsa Achaean tunduk kepadamu. Ketika aku ada di Phrygia, aku melihat banyak pasukan berkuda berkemah di pinggir sungai Sangarius. Mereka adalah orang-orang Otreus dan Mygdon, sementara aku adalah sekutu mereka, dan kami akan berperang melawan suku bangsa Amazon. Namun jumlah pasukan berkuda bangsa Achaean jauh lebih banyak dari mereka.”

Raja Priam kemudian bertanya kepada Helen tentang Ulysses; “Apa kau mengenal prajurit yang lebih pendek dari Agamemnon, namun bahunya lebar?”

“Ia adalah Ulysses, prajurit yang cerdas dan bijaksana. Meskipun ia besar di sebuah negeri yang berbatu, ia pandai menggunakan strategi perang, dan bukan hanya itu, ia juga fasih dalam berbicara dan bijaksana.”

Antenor menyela percakapan Priam dengan Helen, “Nyonya, ucapan anda benar. Sebelumnya Ulysses pernah datang ke sini sebagai duta untuk anda, saat itu ia bersama Menelaus. Ketika mereka berdiri di hadapan dewa Troy, raja Menelaus terlihat lebih lebar bahunya dari Ulysses, namun ketika keduanya duduk, ternyata bahu Ulysses lebih lebar. Menelaus tidak banyak bicara, namun ucapannya tepat mengenai sasaran. Ketika Ulysses belum mendapat kesempatan bicara, matanya ia arahkan ke bawah. Ia juga tidak menggerakkan tongkat kerajaannya, dan terlihat seperti seseorang yang tidak biasa menyatakan pemikirannya. Namun ketika tiba waktunya untuk bicara, tidak ada orang yang dapat berpikir orang seperti apakah Ulysses.”

Priam mengarahkan pandangannya ke Ajax, “Siapakah prajurit yang tubuh dan bahunya amat besar, melebihi prajurit Achaean yang lainnya.”

“Ajax putra Telamon,” jawab Helen, “dan di sampingnya adalah pangeran Idomeneus. Menelaus selalu menyambut hangat kedatangannya ketika berkunjung ke Sparta. Aku mengenal para komandan pasukan Achaean, namun aku sepertinya belum melihat dua saudara kandungku, Castor dan Pollux. Aku tidak tahu apakah mereka ikut dalam perang ini.”

Helen tidak tahu jika Castor dan Pollux telah dimakamkan di Sparta.

Ketika Priam sedang asik mengamati pasukan Yunani, bentara yang diutus Hector sudah sampai. Hector meminta agar Priam bersedia membuat kesepakatan sebelum pertarungan antara Paris dan Menelaus dimulai.

Priam gemetaran mendengar putranya akan bertarung melawan Menelaus. Ia turun dari balkon tembok pertahanan dan naik ke atas kereta ditemani Antenor; mereka melewati Gerbang Scaean dan menuju tengah lapangan diantara pasukan Troy dan Achaean.

Agamemnon dan Ulysses menghampiri Priam, dan mereka akan membuat perjanjian. Beberapa prajurit membawakan hewan persembahan dan menuangkan anggur ke dalam beberapa cangkir, kemudian menuangkan air pencuci tangan di atas tangan Agamemnon dan Priam. Agamemnon mencabut pisaunya, memotong rambut hewan persembahan dan membagikannya kepada para pangeran baik dari pihak Yunani maupun Troy. Setelah selesai, ia berdoa kepada Jupiter, “Oh Jupiter, yang menguasai Gunung Ida dan memiliki kekuatan yang tidak tertandingi. Tidak lama lagi pangeran muda Paris akan bertarung melawan Menelaus, dan jika Paris dapat memenangkan pertarungan itu, maka biarlah ia membawa Helen dan semua harta bendanya, dan kami akan pulang ke negeri kami; namun jika Menelaus yang menjadi pemenangnya, maka biarkanlah bangsa Troy menyerahkan Helen beserta seluruh harta kekayaannya. Jika ternyata Priam tidak menepatinya, maka aku akan tetap di sini hingga Troy rata dengan tanah.”

Setelah berdoa, Agamemnon menyembelih domba itu dan membiarkannya terkapar. Para komandan kemudian menumpahkan anggur dalam cangkir mereka ke tanah sebagai penghormatan kepada dewa dan Agamemnon memohon kembali kepada Jupiter, “Oh Jupiter, jika pasukan Troy melanggar sumpah mereka, maka jadikanlah darah keturunan mereka mengalir membasahi bumi sebagaimana tetes anggur ini jatuh ke tanah, dan jadikan istri mereka sebagai budak.”

Demikianlah permohonan Agamemnon; Jupiter tidak mengabulkannya. Ia memang berencana memberi kemenangan kepada pasukan Troy karena janjinya kepada Thetis harus ditepati. Kemudian Priam berkata kepada para prajurit Troy dan Achaean, “Dengarkanlah aku para prajurit Troy dan Achaean, aku tidak akan sanggup menyaksikan pertarungan putraku dengan Menelaus dan akan kembali ke kota, lagipula Jupiter dan para dewa sudah mengetahui siapakah yang akan kalah, dan dengan demikian ia akan menyerahkan Helen.”

Hector melepas helm bajanya dan para prajurit yang lainnya duduk rapi dan meletakan senjata mereka di tanah. Paris memakai baju perang milik Lycaon, menyandang pedang di bahunya, membawa dua bilah tombak dan sebuah perisai, dan terakhir mengenakan helm berambut kuda di atasnya. Menelaus mengenakan baju perangnya dan mempersenjatai diri dengan pedang dan tombak.

Pertarungan dimulai, dan Paris mendapat kesempatan pertama melesatkan tombaknya. Lemparannya dapat ditangkis Menelaus dengan perisainya. Sekarang giliran Menelaus menyerang Paris, namun sebelum menyerang ia berdoa kepada Jupiter agar lemparannya tepat mengenai tubuh Paris.

Menelaus melemparkan tombaknya. Namun lemparannya tidak mengenai sasaran dan dapat ditangkis oleh perisai Paris. Menelaus kemudian berlari dengan cepat ke arah Paris, dan menghantam kepala Paris dengan pedangnya, namun lagi-lagi nyawa Paris selamat karena pedang Menelaus tertahan oleh helm baja yang ia pakai.

Menelaus masih kesal, dan kali ini ia meraih rambut kuda helm baja Paris, dan mulai menyeretnya; namun pada saat yang bersamaan, Venus menyelamatkan Paris dari kematian. Venus menyelubungi arena pertarungan dengan kabut tebal, dan membawa Paris ke kamar tidurnya.

Menelaus kaget ketika menyadari bahwa ia sedang menyeret helm kosong. Menelaus mencari-cari Paris. Namun tidak ada yang tahu di mana Paris sembunyi, bahkan para prajurit Troy pun tidak tahu di mana Paris berada. Seandainya Paris bersembunyi di belakang mereka, mereka tentu tidak akan melindunginya, karena mereka sangat membenci orang yang telah menyebabkan peperangan panjang itu.

Paris menghilang dari arena pertarungan, dan pasukan Yunani mengklaim bahwa mereka adalah
pemenangnya. Agamemnon kemudian meminta agar Helen dan semua harta benda miliknya segera diserahkan kepada Menelaus. Namun para dewa tidak menghendaki itu. Takdir (Fates) telah mentakdirkan kehancuran Troy, dan perang tidak akan berakhir dengan perjanjian damai. Di samping itu, pasukan Yunani ditakdirkan menderita seperti yang dijanjikan oleh Jupiter kepada Thetis, karena kesombongan Agamemnon terhadap Achilles.

Sementara itu, setelah mengantarkan Paris ke kamar tidurnya, dewi Venus mendatangi Helen dan memintanya menemui Paris di kamar tidur mereka. Helen sempat mencela Venus karena melindungi suaminya, dan ia tidak ingin menemui Paris. Namun Venus mengancamnya dengan sumpah serapah, mengatakan bahwa ia dapat saja membinasakannya. Helen ketakutan dan segera pergi menemui Paris di kamar tidur mereka.

Helen kemudian mencela Paris atas tindakannya yang pengcut, “Mengapa kau lari. Bukankah kau selalu mengatakan bahwa kau lebih hebat dari Menelaus, namun mengapa sekarang kau lari darinya. Suamiku telah mengalahkanmu.”

Paris menjawab, “Janganlah mencaciku seperti itu. Kali ini dewi Minerva membantu Menelaus,
namun lain kali aku pasti mengalahkannya.”

Sementara mereka sedang bercaka-cakap di kamar tidur mereka, Menelaus masih mencari-cari Paris, hingga akhirnya Menelaus berpikir bahwa seorang dewa pasti telah menyelamatkannya. Agamemnon kemudian berteriak, “Dengarkan aku pasukan Troy, Dardanian dan para sekutu. Menelaus adalah pemenangnya, karena itu kembalikanlah Helen dan seluruh kekayaannya, dan tepatilah perjanjian, atau Jupiter akan menghukum kalian karena tidak menepati janji.”

Dan para prajurit Achaean bertepuk tangan riuh.

Sementara itu Juno menyatakan ketidak senangannya kepada Jupiter atas keterlibatan Venus, dan meminta agar Minerva diberi ijin terlibat di medan perang membantu pasukan Achaean. Juno tidak ingin perang berakhir; ia kemudian minta Pallas Minerva membuat pasukan Troy mengingkari perjanjian, dengan demikian akan perang akan berlanjut kembali, dan Jupiter menyetujui permintaan Juno.

“Buatlah pihak Troy yang terlebih dulu melanggar sumpah mereka,” ucap Juno kepada Pallas Minerva.

Memang itu yang diinginkan Minerva; ia segera turun dari pucak Olympus menuju medan perang. Namun sebelumnya dewi Minerva menembakan semacam meteor ke langit yang membuat pasukan Achaean dan Troy takjub melihatnya.

Minerva menyamar menjadi Laodocus putra Antenor. Ia menerobo masuk barisan pasukan Troy dan mencari Pandarus putra Lycaon, dan menemukannya di antara pasukannya yang berasal dari Aesopus. Minerva menghampirinya, “Putra Lycaon yang gagah berani, kau akan mendapat kehormatan yang besar jika berani membunuh Menelaus dengan anak panahmu. Kau juga akan mendapat hadiah dari pangeran muda Paris.”

Jiwanya yang bodoh telah terpengaruh oleh ucapan Minerva, dan ia segera mengambil busurnya. Ketika Pandarus sedang menyiapkan busur dan anak panah, para prajuritnya yang setia segera melindunginya dengan membentangkan perisai-perisai di depannya, khawatir jika pasukan Achaean mengetahui maksudnya. Ia berdoa kepada Apollo dan berjanji akan mempersembahkan beberapa biri-biri di altarnya setelah melesatkan anak panahnya. Pandarus menarik tali busurnya dan melepaskan anak panahnya. Anak panah itu melesat melewati barisan para prajurit Achaean dan menancap tepat di dada Menelaus

Namun Minerva tidak ingin Menelaus mati. Ketika Pandarus melesatkan anak panahnya, Minerva membuat anak panah itu tidak terlalu dalam menancap di dada Menelaus.”

Agamemnon ketakutan ketika melihat dada adiknya mengeluarkan darah. Ia berkata, “Saudaraku, kau adalah pemenang dalam duel ini karena pasukan Troy telah melanggar sumpah mereka.

Kemenangan akan datang kepada kita, jika tidak hari ini maka esok hari; kota Ilius akan
hancur dan penduduknya akan menderita.

Menelaus menjawab, “Bersabarah dan jangan beritahu pasukanmu; panah ini tidak akan membunuhku karena tubuhku masih dilindungi oleh baju lapis yang menyebabkan anak panah itu menancap tidak terlalu dalam.”

Agamemnon memerintahkan Talthybius untuk memanggil Machaon putra Aesculapius.

Talthybius segera mencari Machaon, dan ia menemukan Machaon sedang berdiri di antara pasukannya, “Putra Aesculapius, Raja Agamemnon memintamu segera mengobati luka Menelaus. Ia terkena anak panah.”

Machaon segera pergi mencari raja Menelaus. Ia melihat anak panah yang menancap di dada Menelaus, kemudian mencabutnya dengan hati-hati, sementara Menelaus menahan rasa sakit. Setelah anak panah itu tercabut, ia mengobati luka itu dengan menaburi bubuk ramuan yang diberikan oleh Chiron kepada ayahnya.

Ketika mereka sedang sibuk mengobati Menelaus, para prajurit Troy mulai menyerang; mereka telah mempersenjatai diri dan siap bertempur kembali.

Agamemnon tidak gentar melihat serangan prajurit Troy. Ia segera turun dari kereta perangnya dan menyuruh Eurymadon, putra Ptolemaus, menghadang mereka, sementara ia akan menyiapkan pasukan lainnya. Ketika ia melihat orang-orang dengan segera ke depan medan pertempuran, ia duduk diantara mereka dan menghibur mereka, “Bangsa Argive, tabahlah menghadapi semua ini karena Troy telah melanggar sumpahnya dengan menyerang kita secara mendadak. Maka dari itu, mereka akan menemui kekalahan mereka, dan kita akan menghancurkan kota mereka dan membawa istri-istri mereka dan anak-anak mereka ke kapal kita.”

Diantara para komandan hanya Nestor yang paling bijak ketika menyusun dan mengarahkan pasukannya. Ia menempatkan prajurit-prajurit yang pemberani di barisan depan dan belakang, sementara para prajurit yang penakut ditempatkan di barisan tengah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar