05 Maret 2009

Bagian IV

Mimpi Agamemnon

Tidak lama lagi malapetaka besar akan menimpa pasukan Yunani, karena perselisihan Agamemnon dengan Achilles, persis seperti yang dikhawatirkan oleh Nestor putra Peleus. Setelah Chryseis dikembalikan kepada ayahnya tanpa syarat, Apollo mencabut kutukannya. Namun sekarang Agamemnon harus menghadapi kemarahan dewa yang lainnya, Thetis, ibu Achilles, yang berhasil merayu Jupiter agar memberi kemenangan kepada pasukan Troy.

Segera setelah Briseis diambil darinya, Achilles pergi ke tepi pantai untuk meredakan kemarahannya; ia duduk sambil menangis, dan berdoa kepada ibunya, Thetis. Sang ibu mendengar suaranya dan segera keluar dari dalam laut, di mana ia tinggal di istana ayahnya yang sudah tua, Nereus. Thetis duduk di samping sang pahlawan dan bertanya kepadanya, “Mengapa kau menangis, putraku? Kesedihan apa yang sedang melanda pikiranmu?”

Achilles kemudian menceritakan perselisihannya dengan putra Atreus, dan memintanya untuk pergi ke Gunung Olympus, memohon agar Jupiter menghukum orang yang telah menghina putranya. Achilles juga menyinggung tentang jasanya (Thetis) terhadap Jupiter pada masa lalu, ketika Juno, Neptune dan Minerva ingin menggulingkan Jupiter. Mereka pasti berhasil menggulingkan Jupiter seandainya Thetis tidak meminta Briareus naik dari kerajaan Pluto menolong Jupiter. Btiareus adalah raksasa bertangan seratus, dan kedatangannya di Olympus membuat gentar tiga dewa yang ingin menggulingkan Jupiter, dan rencana mereka menggulingkan Jupiter gagal.

“Bantulah aku,” ucap Achilles kepada ibunya. “pergilah ke Olympus, dan jika kau selalu melayaninya, mohonlah kepada Jupiter agar ia berkenan memberi kemenangan kepada pasukan Troy. Biarkan pasukan Achaean terkepung diantara kapal-kapal mereka dan binasa, biarkan mereka menuai kebahagiaan yang telah mereka berikan kepada raja mereka, dan agar Agamemnon menyesal karena telah menghina prajurit terbaik Achaean.”

Thetis menangis dan menjawab, “Putraku, celakalah aku yang melahirkan dan menyusuimu. Aku akan pergi ke Olympus dan menceritakan semua ini pada Jupiter. Tetaplah di tendamu, redakan kemarahanmu dan menjauhlah dari medan perang. Jupiter saat ini sedang berada di Ethiopia, dan ia akan kembali setelah dua belas hari daru hari ini. Aku pasti menemuinya begitu ia pulang ke Olympus dan memohon bantuannya, dan aku yakin pasti bisa mempengaruhinya.”

Thetis tidak melupakan janjinya. Setelah dua belas hari itu berlalu, ketika fajar telah menyingsing, memberi tanda kepada matahari agar segera terbit, Thetis naik dari dasar laut dan pergi ke Puncak Olympus. Jupiter tidak sedang berkumpul bersama para dewa Olympus lainnya. Ia sedang duduk di sebuah bukit yang tidak jauh dari istananya. Thetis kemudian menghampirinya dan berlutut di bawah kaki Jupiter, memohon kepadanya agar berkenan memberi kemenangan kepada Hector dan pasukannya agar Agamemnon menyesal karena telah menghina putranya yang gagah berani dan telah banyak berjasa kepadanya.

“Oh Jupiter, jika aku memang selalu mengabdi padamu baik dalam ucapan maupun perbuatan, maka kabulkanlah permohonanku: hormatilah hidup putraku yang sangat singkat. Agamemnon putra Atreus telah menghinanya dihadapan para prajurit Achaean dan merampas hadiahya. Berikan kemenangan kepada pasukan Troy, hingga bangsa Achaean mengembalikan miliknya dan memberinya hadiah-hadiah lainnya yang pantas ia terima.”

Jupiter terdiam setelah mendengar permohonan Thetis, namun Thetis tetap berlutut dan memohon untuk kedua kalinya, “Tundukkanlah kepalamu,” ucapnya, “dan berjanjilah kepadaku, atau jika tidak, tolaklah permintaanku – karena tidak ada sesuatu yang dapat membuatmu takut – hingga aku mengetahui bahwa engkau telah meremehkanku.”

Jupiter kemudian menjawab, “Aku tidak ingin bertengkar dengan Juno; ia selalu mencelaku di hadapan para dewa, menuduhku telah membantu para prajurit Troy. Sekarang pulanglah ke istana ayahmu sebelum Juno melihat kita. Lihatlah, aku telah menundukkan kepalaku. Aku tidak pernah menarik kembali perkataanku atau menipu ketika aku menundukkan kepalaku.”

Jupiter kemudian kembali ke istananya sementara Thetis juga kembali ke istana ayahnya di dasar laut. Para dewa yang sedang berkumpul kemudian berdiri dari tempat duduk mereka menyambut kedatangan Jupiter. Tidak ada yang berani tetap duduk ketika Jupiter datang. Jupiter kemudian duduk di kursinya. Namun ia tiba-tiba dicela oleh Juno, yang telah melihatnya berduaan dengan Thetis di bukit, dan ia curiga bahwa suaminya dan Thetis telah merencanakan sesuatu, “Siapakah dewa yang menjadi penasihatmu hari ini?” ucap Juno mulai mencela suaminya di hadapan para dewa. “Mengapa kau selalu merahasiakan sesuatu dariku?”

“Juno,” jawab Jupiter, “kau tidak perlu tahu segala rencanaku. Kau adalah istriku, namun tidak berarti kau harus tahu semua rencanaku. Jika ada rencanaku yang tidak pantas kau ketahui, maka tidak ada yang perlu kau ketahui. Kau tidak seharusnya meminta penjelasan atau mengajukan pertanyaan.”

“Apa maksudmu?” jawab Juno sedikit kesal, “memohon dan mengajukan pertanyaan? Aku tidak akan mencampuri urusanmu. Namun aku khawatir jika kau dan Thetis sedang merencanakan sesuatu, karena tadi pagi aku melihatnya berlutut di bawah kakimu. Aku yakin kau telah berjanji kepada Thetis untuk memberikan kemenangan kepada pasukan Troy dan membinasakan para prajurit Achaean, dan bukankah itu yang diinginkan Thetis agar harga diri putranya tidak terinjak-injak oleh kesombongan Agamemnon.”

“Mengapa kau menuduhku seperti itu. Kau tak akan mendapatkan apa-apa karena itu hanya akan menambah kebencianku kepadamu. Sekarang duduklah dan diam!”

Juno merasa takut dengan ancaman suaminya dan akhirnya menahan sifat keras kepalanya. Ia duduk kembali dan diam. Namun istana menjadi begitu sunyi hingga si cerdik Vulcan mencoba menenangkan ibunya. “Ini tidak bisa ditolerir,” ucap Vulcan, “jika kalian bertengkar, langit menjadi begitu gaduh. Biarkan aku menasihati ibuku, – dan ia sendiri harus menyadari bahwa ini akan jauh lebih baik – bahwa ia harus menjadi teman ayahku, agar ayahku tidak lagi memarahinya dan mengganggu acara makan kita. Jika ia ingin melempar kita dari Olympus, maka ia dapat melakukannya dengan mudah, karena ia jauh lebih perkasa dan kuat, karena itu berikanlah ucapan yang adil kepadanya, dan ia pasti akan baik terhadap
kita.”

Vulcan kemudian memberi ibunya segelas nectar, “Berbahagialah ibu, aku sangat menyayangimu; aku sedih jika melihatmu sedih, karena aku tidak mungkin membantumu melawan Jupiter. Aku tidak ingin mendapat hukuman darinya.”

Juno tersenyum, dan menerima minuman yang dibawakan oleh putranya. Vulcan kemudian menuangkan kembali madu ke dalam mangkuk-mangkuk dan membagikannya kepada para dewa, dari kiri ke kanan; para dewa tertawa sambil bertepuk tangan meriah ketika menyaksikan Vulcan yang begitu sibuk.

Mereka menikmati pesta makan seharian penuh hingga matahari terbenam, dan semua merasa puas. Apollo juga mengiri pesta makan mereka dengan alunan nada liranya, diringi para Muse yang bernyanyi dan menari. Ketika matahari telah tenggelam, mereka pulang ke istana mereka masing-masing.

Muse adalah sembilan bersaudara putri Jupiter, yang menguasai puisi dan ilmu pengetahuan, musik dan tarian. Apollo, dewa musik dan seni murni, adalah pemimpin mereka. Sembilan Muse bersaudara tidak tinggal di Olympus, namun di puncak Gunung Parnassus di Yunani. Di lereng gunung itu terdapat sumber mata air yang terkenal, Castalia, dan airnya dapat memberi isnpirasi bagi siapapun yang meminumnya.

Sekarang dewa-dewi Olympus sedang terlelap dalam tidur, namun Jupiter belum memejamkan kedua matanya, karena ia masih memikirkan janjinya kepada Thetis. Akhirnya Jupiter memutuskan untuk mengirim pesan kepada Agamemnon lewat mimpi, menyuruhnya agar menyiapkan pasukannya dan menggempur Troy, karena para dewa menghendaki kehancuran Troy.

Sang mimpi mendatangi Agamemnon dalam wujud Nestor, karena Nestor putra Neleus adalah raja yang paling dihormati oleh Agamemnon,

“Dengarkanlah aku putra Atreus karena aku membawa pesan dari Jupiter. Ia memintamu menyiapkan pasukan karena Troy ditakdirkan hancur. Apa yang menjadi kehendak Jupiter tidak mungkin ditentang.”

Agamemnon bangun dan segera memerintahkan para pengawalnya untuk mengumpulkan para prajurit Achaean. Namun sebelum berbicara di depan mereka Agamemnon terlebih dulu mengumpulkan para komandan di tenda Nestor, dan ia bermaksud menceritakan mimpinya, bahwa Jupiter mentakdirkannya menaklukan Troy pada hari itu.

Setelah mereka berkumpul, Agamemnon segera menceritakan mimpinya, “Sahabat-sahabatku, semalam aku mendapat mimpi dari langit yang datang dalam wujud Nestor. Mimpi itu berkata bahwa Jupiter mentakdirkanku menaklukan Troy hari ini. Setelah itu ia menghilang dan aku terbangun. Sekarang mari kita bersiap-siap menggempur Troy. Namun aku akan menguji mereka lebih dulu sebelum kita melakukan penyerangan. Aku ingin melihat seberapa jauh semangat para prajurit Achaean masih tersisa.”

Agamemnon duduk kembali, dan sekarang Nestor yang bicara, “Sahabat-sahabatku, jika ada diantara kalian yang merasa bahwa mimpi Agamemnon adalah tipu dari Jupiter dan tidak akan menjadi kenyataan, bagaimanapun juga, ia adalah raja kita, dan kita harus segera menyiapkan pasukan untuk menggempur Troy, dan semoga Jupiter menepati janjinya yang akan memberi kemenangan kepada kita.”

Setelah selesai, Nestor memimpin mereka menuju pasukan Achaean yang sudah berkumpul. Sembilan bentara meminta mereka menyimak dengan teliti apa yang akan disampaikan Agamemnon. Agamemnon bangkit dari tempat duduknya sambil menggenggam tongkat kerajaannya. Tongkat itu dibuat oleh Vulcan, yang kemudian diberikan kepada Jupiter; Jupiter memberikan tongkat itu kepada raja Mercury; Mercury mewariskannya kepada Pelops, dan Pelops kepada Atreus, dan ia mewariskannya kepada Thyestes yang mewariskannya kepada Agamemnon.

“Sahabat-sahabatku, semalam aku mendapat pesan dari langit; dan seperti kalian ketahui, Jupiter telah menjanjikan kemenangan kepada kita, dan ternyata ia mengingkarinya dan menyuruhku pulang ke Argos tanpa membawa kemenangan. Dan seperti yang kita ketahui, kehendak Jupiter tidak bisa ditentang oleh kita. Kita telah kehilangan sahabat-sahabat kita yang paling gagah berani dalam peperangan selama sembilan tahun ini. Istri dan keluarga kita tetap menunggu kepulangan kita dengan cemas, namun hingga saat ini kita belum juga mendapatkan kemenangan. Sekarang kita akan berlayar pulang ke Argos karena kita tidak bisa memenangkan perang ini.”

Mereka sangat senang mendengar perintah Agamemnon dan ingin segera menyiapkan segala kebutuhan untuk perjalanan pulang.

Dan di Olympus, Juno bertanya kepada Minerva, “Putriku, banga Achaean tidak boleh pulang tanpa membawa kemenangan.”

Juno memerintahkan Minerva menemui Ulysses agar mempengaruhi para prajurit Achaean yang ingin pulang ke negeri mereka. Minerva menghampiri sang pahlawan di samping tendanya, dan memintanya mempengaruhi pasukan Achaean agar tidak berlayar pulang sebelum mendapat kemenangan dan menyaksikan Troy rata dengan tanah.

“Ulysses putra Laertes, apakah kau akan berlayar pulang tanpa membawa kemenangan? Apakah kau akan membiarkan Priam dan kerajaannya menertawai kalian? Sekarang kau mempengaruhi pasukan Achaean agar membatalkan rencana kepulangan mereka sebelum Troy hancur.”

Ulysses mengenal suara sang dewi, dan tentu saja ia akan mematuhi segala perintahnya. Ia melepas jubahnya, memberikannya kepada pelayannya yang setia, Eurybates, dan segera menemui siapa pun yang dapat ia temui untuk ia pengaruhi agar mengubah keputusannya untuk pulang.

Di mana pun ia bertemu dengan seorang raja atau pemimpin pasukan, ia segera duduk di sampingnya, “Tetaplah pada posisimu dan mintalah pasukanmu tetap di posnya. Kau tidak tahu apa yang tersimpan di dalam pikiran Agamemnon. Tidak semua dari kita terlibat dalam pertemuan di hadapan dewan; lihatlah jika ia marah dan ingin melukai kita; karena harga diri seorang raja sangatlah besar, dan ia mendapat dukungan dan restu dari Jupiter.”

Ulysses berhasil mempengaruhi para prajurit Achaean dan mereka kembali berkumpul untuk menunggu perintah selanjutnya dari raja mereka, Agamemnon putra Atreus.

Yang pertama bicara adalah Thersites, orang yang tak punya sopan santun ketika bicara. Achilles dan Ulysses amat membencinya, dan bangsa Achaean tidak pernah mengindahkan ucapannya. Ia mulai menghina Agamemnon.

“Agamemnon, apa lagi yang kau inginkan? Tenda-tendamu sudah penuh dengan barang rampasan perang dan wanita, yang diberikan bangsa Troy padamu sebagai tebusan anak-anak mereka. Sungguh tidak pantas kau menjadikan mereka menderita. Sekarang mari kita pulang dan biarlah mereka ditebus oleh keluarga mereka. Achilles adalah prajurit yang lebih baik darimu, dan kalian telah melihat sendiri bagaimana Agamemnon telah merampas hadiahnya.”

Ulysses bangkit dan memarahinya, “Jaga ucapanmu dan jangan menghina seorang Pangeran jika tidak ada yang melindungimu. Berani sekali kau menghina Agamemnon hanya karena pasukan Achaean memberinya banyak hadiah indah. Hentikan ocehanmu atau aku akan memaksamu pulang ke kapalmu!”

Ulysses memukul bahunya dengan tongkat hingga ia jatuh dan menangis; Thersites duduk kembali sambil menahan rasa sakit. Orang-orang mengasihaninya meskipun mereka sebenarnya sedang menertawainya, dan salah satu dari mereka berbisik kepada prajurit yang berdiri di sampingnya, “Ulysses telah berbuat yang terbaik bagi bangsa Achaean baik di medan pertempuran maupun di dalam dewan, namun sayangnya ia tak pernah memberi yang terbaik ketika menghadapi ocehan Thersites.”

Minerva kemudian menyamar menjadi bentara dan meminta para prajurit Achaean diam karena Ulysses akan bicara. Ulysses kemudian mengambil tongkat kerajaan milik Agamemnon.

“Agamemnon, ada suatu hal yang ingin kusampaikan. Sepertinya bangsa Achaean telah melupakan janji yang mereka ucapkan ketika berlayar dari Argos, bahwa kita tidak akan pulang sebelum menaklukan Troy. Akan sangat memalukan jika pulang tanpa kemenangan setelah sekian lama berperang. Bersabarlah sedikit dan kita akan mengetahui apakah yang diramalkan Calchas adalah kebenaran atau kebohongan. Bukankah Jupiter berjanji bahwa kita akan menang. Sembilan tahun kita berperang namun belum juga mendapat kemenangan; kemenangan itu akan kita raih pada tahun kesepuluh. Agamemnon, kau harus membatalkan kepulangan kita sebelum kemenangan ada di tangan bangsa Achaean!”

Pada kesempatan itu Ulysses juga menceritakan kembali tentang ular yang muncul dari altar, yang memangsa delapan anak ekor burung dan satu induknya, yang menurut orakel bahwa bangsa Achaean akan menaklukkan Troy pada tahun ke sepeuluh peperangan.

Nestor yang patut dimuliakan dan Raja Agamemnon kemudian berbicara kepara para prajurit Achaean, dan setelah itu mereka semua kembali ke kapal dan tenda untuk bersiap-siap. Pasukan Achaean juga menyiapkan persembahan untuk para dewa, khususnya Jupiter, sebelum mereka bertempur, dan Raja Agamemnon mempersembahkan lima lembu jantan gemuk yang berusia lima tahun, dan Homer telah menggambarkan bagaimana prosesi upacara itu berlangsung. Pertama-tama Agamemnon dan para komandan pasukan berdiri disekitar hewan persembahan sambil memegang gandum dan mengangkat tangan mereka berdoa kepada Jupiter agar memberi mereka kemenangan. Setelah selesai berdoa, lima lembu jantan itu disembelih dan dagingnya dipotong menjadi bagian-bagian kecil untuk kemudian dipersembahkan kepada para dewa, sementara sisa daging yang ada akan disajikan untuk pesta makan bersama.

Setelah pesta makan selesai, para bentara memanggil semua prajurit, dan mereka berlarian keluar dari tenda dan kapal mereka. Kemudian Nestor memberi arahan kepada para prajurit Achaean yang telah berkumpul. Dewi Mininerva ada diantara mereka, membawa perisai aegis Jupiter yang memiliki seratus jari emas, setiap jari sama nilainya dengan “seratus lembu jantan.” Minerva menyemangati para prajurit Achaean dan membuang rencana untuk pulang sebelum mendapatkan kemenangan.

Pasukan Troy melihat musuh sedang bergerak maju, dan Jupiter mengutus Iris , pembawa pesannya, menemui Hector, yang sedang mengadakan pertemuan dengan para komandan dan raja Priam di ruang pertemuan, memintanya segera bersiap-siap, karena pasukan Yunani sudah bergerak menuju kota.

Hector segera melaksanakan titah Jupiter yang dibawa Iris, membubarkan pertemuan dan memerintahkan para komandan pasukan beserta anak buah mereka segera berkumpul di gerbang kota.